Tuesday, November 15, 2016

Sibling Rivalry yang Tak Pernah Usai

Kalau kita cari di mesin google, tulisan "Kakak cemburu pada Adik baru" lebih banyak daripada tulisan mengenai "Adik yang cemburu sama Kakak".. heh... Yup, sekarang itu pergumulan saya dan suami di rumah.

Ini yang dinamakan "sibling rivalry". Ternyata studi literatur tentang ini sudah banyak sekali. Salah satu contohnya dapat dibaca di sini 

http://lib.unnes.ac.id/18553/1/1550408066.pdf


Waktu bertemu dengan kedua putri yang sangat minim (malam hingga pagi dan weekend) mengakibatkan "sepertinya" yaa.. Adek selalu berusaha mencari perhatian pada saya dan papanya. Contohnya, setiap malam saya memeriksa pe - er Sang Kakak, sepanjang waktu itu, Adek selalu berusaha nunjukin juga kalau dia juga punya tugas dari sekolah. hmm...soal sekolah, ini ada cerita lagi nanti. 

Contoh lain lagi, Kakak selalu cerita hal - hal yang dianggapnya seru di sekolahnya, setiap kali itu pula Adek ikutan menyela. Sampai - sampai saya berlagak seolah - olah mendengarkan mereka berdua, kepala saya putar ke kiri lalu kanan, lalu ke kiri lalu ke kana sampai keduanya berhenti bicara. Capekk...

Seringkali pula Adek tidak sabar pada kakaknya atau seolah - olah meniru gaya teman lelakinya di sekolah, lalu tiba - tiba kakinya menendang kakaknya karena dia tidak puas. Bukan cuman sekali dua kali adek kesal dan berteriak sekencang - kencangnya pada kakaknya, terutama jika rebutan nonton film,"The Sound Of Music" di laptop. Sepanjang itu, Kakak berusaha sabar dan memilih mengalah. Tapi, ada saat Kakak sudah tidak sabar dan menjadi marah pada Adek, akhirnya berantem. Haduhh...riuh lah rumah kita.

Faktor sekolah Adek yang hanya dekat rumah dan tidak naik jemputan sedikit banyak berpengaruh pada prilakunya. Sebelumnya Adek bersekolah di Yayasan yang sama dengan SD kakak sekarang. Sebab sesuatu hal, kami menunda Adek lanjut TK di sana. Kami menyekolahkan Adek di dekat rumah saja dan jam belajarnya hanya 3 kali seminggu selama satu jam. Transportasi yang digunakan pun hanya angkot, ditemani pengasuhnya atau kalau saya dan papanya lagi off.

Beberapa kali Adek memang mengeluh,"Di sekolahku hanya aku yang berdoanya seperti ini, yang lain beda." 


Atau,"Aku mau naik jemputan juga bareng Kakak ya,Mi ?" 


Atau,"Aku maunya sekolah di tempat kakak,Mi." 


Atau,"Kapan aku sekolah di tempat kakak, Mi ?"


Aku menjawabnya,"Sabar ya Dek..Mami daftarin Adek dulu ya, baru kita bisa sekolah di sana ya." 


Hasil diskusi saya dan suami, kita akan berusaha adil pada Kakak dan Adik. Jika saya menemani Kakak belajar, sedapat mungkin Papa mendampingi Adek bermain atau menyelesaikan pe - per ala - ala -nya. Adek setiap kali ingin dibuatin pe - er tambah - tambahan kadang malah perkalian. Padahal dia baru 5 tahun. Makanya, dibikinin pe - er ala- ala

Terlibat bermain bersama


Memberikan pujian kepada Adek lebih sering daripada Kakak yang sudah kelas 3 SD dan pencapaiannya yang terlihat jelas lewat nilai - nilai di sekolah. "Adek keren udah bisa perkalian ya, Kak," sambil meminta persetujuan Kakak. Melibatkan Kakak untuk beberapa hal sangat membantu, sebab Adek merasa semua orang memperhatikannya, dan penting juga buat Kakak untuk tahu bahwa Sang Adek masih kecil dengan kemampuan yang masih jauh di belakang Kakak. Jadi, Kakak dimohonkan untuk lebih lebih panjang sabar.

Berusaha ikut bermain dengan Adek, pura - pura menjadi petugas kasir saat Adek menjadi orang yang sedang belanja membawa keranjang tentengannnya. Adek seringkali bermain pura - pura belanja, pura - pura masak atau pura - pura merawat orang sakit dengan mainannya. Saya dan Kakak ikut terlibat menjadi pasiennya atau yang membantu mengaduk olahan kuenya. Demi supaya Adek tidak merasa ditinggal sendiri.


Setiap Adek bangun tidur, selalu mau nya dikelonin, di usap - usap punggungnya. Saat itu Sang Kakak sedang bersiap - siap berangkat sekolah, saya membantunya menyiapkan keperluan sekolahnya. Pembagian tugas ini naturally kami lakukan supaya sang Adek tidak merasa di-cuek-in dan tidak menjadi cemburu.


Sedapat mungkin saya mengurangi barang- barang warisan Kakak ke Adek. Untuk pakaian dan sepatu bolehlah, tapi untuk alat - alat tulis saya berusaha mencari yang baru buat Adek. Saya ibaratkan seperti hadiah karena Adek sudah makan sayur dan patuh pada Kakak pengasuhnya. Adek senang sekali karena hanya dia yang mendapatkan hadiah. Padahal, saya juga sudah menyiapkan sesuatu yang baru buat Kakak tapi memberikannya secara diam - diam. Cara ini cukup efektif untuk mengurangi tantrum Sang Adek.


Untuk beberapa kejadian, saya berusaha sangat untuk meredam emosi, sebab ini yang paling susah. Di saat tubuh lelah, tiba di rumah malah disambut dengan teriakan Adek dan Kakak yang kesal. Saya biasanya melihat dulu, apakah mereka bisa menyelesaikan masalah sendiri, "Kakak dan Adek hanya berdua di rumah, tidak ada anak lain, harus saling "share". Sekarang, Mami mau lihat kalian berdua yang selesai-in sendiri. Kalau nanti selesai mandi masih rebutan juga, terpaksa laptopnya Mami sita."
Saya dengar dari dapur Kakak yang membujuk Adek,"Habis Adek nonton Kakak nonton ya.."


Sepertinya, cukup berhasil.. Mereka diam untuk sesaat. Tapi, tidak berapa lama kemudian, Adek kesal karena giliran Kakak yang nonton. Waahh...Adek langsung teriak lagi.


Kalau sudah seperti itu, kekuatan "Berdiri di Pojok" menjadi andalan. Keduanya saya hukum berdiri di pojok pintu sampai 5 atau 10 menit. Mereka diam. Lalu sejenak lupa sama pertengkarannya. Setelah kembali duduk, tenang beberapa saat sampai waktunya tidur, kalau lagi beruntung. Ada kalanya juga, mereka kembali berantam... haduhh...


Pokoknya, sampai Adek menginjak bangku sekolah formal, kegiatan ini akan terus berulang - berulang lagi. Tak apalah, Kakak juga seiring bertambah usia mudah - mudahan semakin tambah mengerti. Saya dan Papanya pun semakin diuji dan diuji untuk panjang sabar dan panjang doa buat tumbuh kembang kedua putri kami ini.


No comments:

Post a Comment