Sunday, November 15, 2015

Ngeles identik dengan Cerdas ??

Sudah niatan saya untuk menulis pengalaman Sabtu siang kemarin. Daripada ntar makin lupa dan makin malas... hm,ini penyakit utama sekarang nih. Seperti biasa, saya dan adek menemani kakak les musik di Purwacaraka Depok. Adek selalu ikut serta sebab dia senang banget bisa mengintip kakak yang sedang latihan piano pop,atau mengintip kelas - kelas laen yang sedang olah vokal atau latihan gitar.

Tiba di parkiran, kakak turun duluan. Saya dan adek menyusul karena adek harus makan siang dulu, menyantap ransum dari rumah. Pada saat persiapan turun, adek sempat bertanya,"Mami bawa cemilan, gak?" "gak,Dek,"jawabku. Ada apa tetiba adek bertanya demikian ya... Saat mengunci mobil, saya melirik ke pintu masuk kursus, ada warung kecil memang di disitu. Hmm...baru saya ngeh.. Adek pengen jajan di situ sepertinya. Adek.. Adek.. Dia tidak minta langsung, "jajan ya, Mi," tapi dicari alasan dulu, karena tidak bawa cemilan terus adek pengen makan cemilan, terpaksa mami harus belanja ke warung itu. Heh... panjang banget 'Dek mikirnya, batin saya.


Kalo dengan kakak, kejadiannya sebelumnya, saya lupa hari apa. Kakak seperti mengingatkan saya,"Mami udah lama tidak nyari novel baru lagi lho.." Ehh.. Saya kagetlah, memang sudah lama tidak mampir ke Toko Buku Gramedia sih. Alih-alih kakak minta jalan - jalan ke toko buku, Kakak mengingatkan saya yang punya keperluan itu adalah saya. Nah, biasanya saya membawa kedua anak saya itu kemana - mana karena gak ada pengasuh khusus mereka di rumah. Asisten di rumah khusus membantu saya untuk membereskan keadaan rumah yang centang perenang setelah diberantakin kedua putri saya itu. Kakak juga punya akal yang panjang banget sebelum minta sesuatu.

Ini namanya ngeles bukan ya? hehehe.. Ngeles bisa juga untuk mengungkapkan segala jenis alasan untuk mengelak sesuatu sih. Tapi, apapun sebutannya saya berkesimpulan, kedua putri saya ini sudah menimbang dengan matang sebelum mengungkapan keinginan atau permintaannya. Dia lempar dulu ke floor topiknya untuk dipertimbangkan oleh saya, ketimbang memerintahkan saya untuk melakukan sesuatu. hehehee... Itu saya sebut jelas "Cerdas".. hahahhaaa....

Jaman saya dulu, dan mungkin teman - teman laen,minta sesuatu ke mamak saya itu susahnya minta ampun. Boro - boro beli buku atau jajan, saya tidak pernah diberikan uang jajan. Alasannya, jatah makan selalu bawa ke sekolah dan ongkos selalu harus di pas - pas in. Maka, untuk meminta sesuatu ke mamak, saya selalu takut ditolak malah bisa dimarahi. Dulu keluarga saya adalah keluarga yang berkecukupan. Cukup makan, cukup kebutuhan di pas - pas in. hhehehee.. Tapi, Puji Tuhan saya belajar hemat sebab itu dan belajar menjadi sabar. Karena toh, mamak saya selalu mencukupi kebutuhan alat tulis, buku belajar dan persediaan cemilan selalu ada di rumah sebab mamak saya suka memasak apa saja buat cemilan. Anak - anak senang (kami empat bersaudara) dan mamak saya bisa hemat. heheheee...

Nah, sekarang anak - anak saya yang sudah punya segudang buku bacaan, langganan majalah saban minggu. Ndak mungkin juga kondisi saya dipersamakan dengan kondisi mereka saat ini. Jadi, saya anggap wajar pola pikir kedua putri saya ini. Tinggal bagaimana saya mengakali permintaan mereka ini. 

Kalau minta jajan makanan, biasanya saya kasih prasyarat dulu, harus sudah makan nasi lengkap dulu plus sayur terutama. Dengan demikian, jajanan hanya sebagai pelengkap saja dan jumlahnya juga tidak banyak - banyak. hehehe.. Saat minta membeli buku, prasyaratnya semua tugas rumah dan membantu membereskan kasur, selimut setelah tidur adalah wajib. 

Jadi, anak pun tahu saat meminta ada yang harus dibayar. Tak perlu yang rumit - rumit, minta yang sederhana aja dari Sang anak. Toh, permintaan mereka tidak sulit - sulit amat. Kelak, mereka akan tahu tidak ada yang gratis di dunia ini.

Thursday, November 12, 2015

Bersinggungan

Pernah merasakan bersinggungan ? Mengintip pengertian di http://kbbi.web.id/singgung, artinya adalah bersentuhan; bersenggolan; antuk-mengantuk. Bagi pengguna rutin kereta commuter line seperti saya, senggol - senggolan hal biasa di dalam kereta. hehe.. Tapi, kalo dalam urusan pekerjaan, pernah ber - antuk - antukan - dengan rekan kerja belum?

Sebelumnya saya pernah merasakan perasaan tidak nyaman saja dengan seorang rekan kerja. Tetapi, berhubungan dia berada satu ruangan dengan saya, ya.. saya seolah - olah tutup mata saja dengan kelakuannya yang terkadang terlalu oportunis. Saya juga kadang bisa oportunis, tetapi masih dalam batas wajarlah. Lah, teman saya ini, apa - apa nitip temen yang sedang pergi ke mana. Atau, kali lain, ikutan nebeng pulang dengan alasan capek nyetir mobil sendiri. Dikira temannya gak,toh? Alih - alih bantu bayar tol, malah tidur sepanjang jalan. Teman saya kesal sekali dibuatnya.. hahahaa.. Tapi, itu masih batas wajar untuk diterimalah ya..

Kejadian bersinggungan ini terjadi dengan rekan kerja saya di tempat baru. Sebutlah A dan B. B merasa tidak suka pada A karena selalu terlalu berlebihan, dan selalu merasa bisa melakukan segalanya bahkan men-coup pekerjaan teman lain. Secara frontal A mengungkapkan, ini sifatnya dan tidak pernah merasa masalah dengan itu. Terjadilah perbedaan pendapat dan malah melebar ke hal - hal lain. Padahal, selama ini mereka sangat akrab seperti tidak ada masalah. Inilah puncak dari keakraban semu (istilah saya) tersebut. Kedua pihak merasa benar sendiri. Kedua pihak merasa di campuri, terjadi persinggungan

Tetapi, mengingat posisi kedua rekan kerja ini duduk berdekatan. Tak ada kata lain selain menerima satu sama lain apa adanya, bukan? Satu dua hari pertama setelah gunung meletus tersebut, suasana dingin sangat terasa seperti ada Elsa, tokoh utama Frozen sedang berjalan - jalan di ruangan kerja kami.. hahahaa... (lebay). Teman saya B punya sifat santai dan blak - blakan. Jadi, dia merasa santai saja dengan kejadian tersebut.. hehehee... dan memang, terlihat berusaha mencairkan suasana. Sementara teman satu lagi, punya sifat agak kaku dan pemalu sehingga masih agak rikuh dan menjaga jarak. But, everything worth trying, kan?

Setelah berjalan dua minggu sejak hari kejadian, suasana sudah mulai berjalan nyaman. Kedua teman saya sudah terlihat mulai sering berkomunikasi bahkan canda - candaan. Syukurlah. Kedua teman saya bahkan sudah balik janjian makan siang bareng.

Hikmah yang dapat saya petik adalah, "A best friend is the person who knows all about your badness, but still likes you". Tentu, tidak ada manusia sempurna. Saya maunya begini, teman saya maunya begini. Tak dapat disatukan, tetapi minimal dapat diakurkan. Berjalan bersama teman dalam benci dan suka sungguh indah, sebab memperkaya ilmu tentang sifat - sifat manusia. Seharusnya, kita bersyukur kita berbeda dan rasanya tak dapat sejalan. Di masa depan, saya mungkin tak bersamanya lagi tetapi cerita saya dan teman - teman saya adalah sejarah tak terlupakan dan bekal saya bercerita kepada anak cucu tentang indahnya kehidupan saya.