Sebentar lagi sudah jadwal Ulangan Akhir Semester untuk murid yang mengikuti pelajaran Kurikulum 2013. Padahal, masih segar diingatan pertemuan orangtua murid di sekolah Ceza bulan September kemarin. Agak telat sebenarnya, semestinya diadakan sebelum tahun ajaran dimulai. Alasannya, perwakilan Dinas Pendidikannya punya jadwal yang padat. Tak apalah daripada tidak sama sekali.
Membaca cerita di media masa dan televisi apalagi online...wwuiih... rame dan seru.. Semua beranggapan bahwa Kurikulum 2013 tidak mumpuni, amatiran dan tidak siap praktek.
Saya memang selalu mendampingi Ceza setiap hari dalam hal memahami setiap materi di Buku Tematik ditambah rutin menyiapkan pe - er menulis, berhitung dan pertanyaan - pertanyaan seputar mata pelajarannya. Menurut pandangan saya sih, bukunya menyenangkan, mereka menggunakan Grasindo, banyak aktivitas menyanyi, membuat prakarya - prakarya sampai cerita - cerita tentang keluarga bahkan dongeng juga ada.
Kesulitan timbul buat anak - anak yang belum lancar membaca, karena sejak Buku Tematik I, sudah banyak cerita - cerita dan pertanyaan - pertanyaan yang membutuhkan jawaban panjang. Kemudian, pengenalan angka sangat singkat, bahkan di Buku Tematik II, anak - anak sudah belajar penjumlahan dan pengurangan dengan konsep puluhan dan satuan.
Jika saya bandingkan dengan ulasan Suplemen parenting Republika, Selasa 25 November 2014 hampir sama. Kurikulum 2013 secara konsep sudah baik. Akan tetapi masalah teknislah yang menyebabkan siswa, guru, dan orang tua mengeluh. Misalnya, materi yang terlalu beragam membuat anak terseok mempelajarinya sementara guru - guru terbirit - birit menuntaskan materi. Akan tetapi, pemerintah menganggap ini bukan hal yang penting. Guru yang kurang kreatif menyampaikan materi adalah masalahnya. Masalah lain yaitu materi pelajaran menuntut anak untuk bisa membaca, menulis dan berhitung (calistung) sementara anak tidak diajarkan secara khusus. Padahal, di kata pengantar buku pedoman disebutkan bahwa anak - anak yang baru masuk SD belum bisa calistung.
Hal lain adalah materi pelajaran tidak diurut secara benar. Materi yang loncat tidak dapat menuntun anak untuk dapat memahami materi dengan lebih mudah. Parahnya lagi, waktu pembahasan sangat terbatas. Guru menjadi tergesa menyampaikan materi pelajaran, tapi sudah harus beralih ke materi berikutnya. Akibatnya siswa menjadi bingung, tidak betul - betul menguasai materi, demikian pendapat psikolog Dr Endang Widyorini Phd.
Tambahan lain adalah guru - guru terlihat belum siap menyampaikan materi karena kebanyakan guru belum mendapatkan pelatihan yang cukup perihal Kurikulum 2013. Jangan - jangan pelatih pun belum paham benar. Perlu segera ada perbaikan agar tidak buang waktu karena materi yang dapat dimengerti oleh anak hanya sedikit, imbuh psikolog tersebut lebih lanjut.
Nah, sekarang apa yang dapat orang tua lakukan ? Sementara kurikulum 2013 telah ditetapkan dan menurut Menteri Pendidikan, Anies Baswedan, tidak mungkin untuk mengubah kurikulum tersebut dengan kurikulum yang baru.
Maka, menurut hemat saya, ayah dan ibu wajib melakukan pendampingan belajar di rumah walau sekolah menjamin bahwa di Kurikulum 2013 ini tidak ada penilaian ranking dan tidak akan ada murid yang tinggal kelas. Well, let's see...
--oOo--
Peran Orang Tua
Dalam menghadapi tantangan Kurikulum 2013 peran orantua sangat penting untuk dapat membantu anak akrab dengan pendekatan baru dalam belajar ini. Orang tua bersama guru di sekolah bersama membimbing anak memahami materi pelajaran. Hal ini memudahkan anak menemukan jawaban ketika menemukan pelajaran yang sulit. Selain itu, orang tua juga harus berpikir dan bersikap kritis, ujar psikolog Evita yang juga dosen di UNJ.
Referensi yang banyak perlu disiapkan oleh orang tua. Sediakan buku pelengkap atau manfaatkan internet guna mencari jawaban atas pertanyaan anak yang tidak dibahas atau ditemukan penjelasannya di buku pelajaran. Pada dasarnya, kurikulum ini mengajak anak untuk lebih banyak bertanya. Untuk itulah, orang tua mesti bersabar dalam menjawab pertanyaan anak dan berusaha membaca buku pelajaran terlebih dahulu.
Butuh waktu dan energi memang dalam mendampingi anak belajar di Kurikulum 2013 ini. Akan tetapi, sekesal apapun, orang tua sebaiknya tak menampakkan kegusarannya. Anak dapat menangkap sinyal ini dan semakin menambah kegusarannya. Ditambah dapat memancing anak menjadi apatis atau bahkan menyerah.
Di sisi lain, konsekuensi terhadap nilai anak tidak ada lantaran penilaian pada rapor sejauh ini lebih banyak hanya copy paste. Mari berhenti merisaukan kurikulum karena resiko lebih lanjut adalah anak tak akan menghargai proses pembelajaran dan malah tidak tertarik untuk belajar, ujar psikolog Unika Soegijapranata, Dr Endang Widyorini Phd.
Usaha lebih Orang Tua
Hal yang dapat dilakukan orang tua saat ini adalah mendampingi anak lebih telaten dalam belajar dan terus berpikir kritis perihal materi belajar. Bertanya kepada guru lebih sering terkait materi pelajaran dan perkembangan anak. Guru - guru tidak pelit kok dalam hal informasi dan selalu terbuka jika orang tua bertanya. Orang tua dan guru wajib bertukar pikiran untuk menemukan titik temu bagi kelancaran belajar anak.
Membimbing anak belajar memberi kita kesempatan mengetahui letak kesulitan anak dan kemampuan lebih anak. Bimbinglah mereka mulai dari menemukan objek pembelajaran sampai membuat kesimpulan dari pelajaran yang diterima.
Jangan pernah menyalahkan anak ketika banyak bertanya. Semakin banyak ia bertanya, semakin baik pula eksplorasi dalam belajar. Guru atau orang tua tidak boleh menyalahkan anak yang banyak komentar. Sampaikan materi atau jawaban dengan tepat sehingga anak akan lebih senang dan tidak stres.
Orang tua dan guru harus lebih kreatif dalam menyampaikan materi. Semakin kreatif tentu anak menjadi tertarik untuk belajar. Apabila guru dan orang tua bisa memahami cara kurikulum baru ini, tentu anak tidak akan stres.
Disadur dari Supelemen Parenting Republika, Selasa, 25 November 2014. "Kegusaran tentang Kurikulum 2013".